Ponorogo-Perubahan yang harus menyesuaikan dengan regulasi dilaksanakan dalam pelestarian Reyog diantaranya rengkek yang diayami dari bulu merak Hijau yang berasal dari merak penangkaran dan dan kulit sapi yg di batik yang sebelum merupakan kulit macan.
Jika tidak ada perubahan mendasar maka bisa jadi Reog terancam punah, hal ini karena melanggar regulasi UU nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Dan juga tidak sesuai dengan aturan UNESCO.
Hal ini dijelaskan oleh Dr. Ridho Kurnianto selaku praktisi dan akademisi reyog Ponorogo pada jagong budaya LSBO Muhammadiyah Daerah Ponorogo Selasa (11/7). Dirinya yang juga berkecimpung dalam tim pengembangan dan tim ahli pemerintah daerah dalam mendaftarkan reyog ke UNESCO menjelaskan tidak hanya terkait Seni tapi Reyog Ponorogo juga merupakan bentuk keyakinan sebagai tolak balak.
'Perpaduan macan sebagai binatang terbaik di belantara, dan merak yang bisa menghadirkan sebagai rooh kelembutan, dihadirkan sebagai suatu simbol yang berpadu dalam kesenian reyog.Penyatuan ini menjadi legitimasi terbebas dari balak." Ungkapnya
Dirinya menambahkan aspek pertunjukan dan pengetahuan harus didukung dengan dengan dokumen literatur tidak hanya sosialisasi.
Sementara Dr. Alip Sugianto ketua LSBO Muhammadiyah Daerah Ponorogo menjabarkan keberadaan reyog dengan segala aspeknya terutama pada keberadaan alat musik yang mengiringi terdapat simbol simbol budaya yang mengakar kuat di tradisi Ponorogo.
Hal senada disampaikan oleh Dr.Hery Wijayanto dirinya yang secara khusus bersama tim melakukan riset penelitian terapan unggulan perguruan tinggi dengan judul implementasi digital marketing dengan sistem deteksi perangkat reyog ponorogo sebagai upaya mempertahankan nilai estetika dan pakem. Dengan adanya riset ini diharapkan keaslian reyog ponorogo dan keberadaan seni reyog kedepan semakin berkembang menyesuaikan khasanah yang ada dengan tidak menghilangkan pakem.(icwnews).